Tentang Menyalahkan, dan Mengapa Kita Suka Melakukannya
Saling menyalahkan adalah hal yang sangat manusiawi.
Saat sesuatu berjalan tidak sesuai rencana, naluri pertama kita sering kali adalah mencari siapa yang bertanggung jawab. Dalam pikiran kita, menemukan yang salah seolah bisa menenangkan — karena memberi ilusi bahwa masalah sudah “beres”. Padahal, tidak selalu begitu.
Mengapa Kita Suka Menyalahkan
Kecenderungan menyalahkan muncul dari kebutuhan alami manusia untuk mencari kontrol. Ketika ada masalah, otak kita tidak suka merasa tidak berdaya. Maka, menemukan “pihak yang salah” memberi rasa lega sementara, seolah kendali telah kembali.
Namun, kenyataannya, menyalahkan jarang menyelesaikan apa pun. Ia hanya memindahkan beban dari satu orang ke orang lain, tanpa menyentuh akar persoalan.
Kita lupa bahwa menemukan siapa yang salah tidak sama dengan memperbaiki apa yang salah.
Antara Kesalahan dan Tanggung Jawab
Kesalahan adalah bagian dari proses.
Tapi saat kita terlalu sibuk menunjuk jari, kita berhenti belajar.
Menyalahkan membuat kita defensif, sedangkan bertanggung jawab membuat kita tumbuh.
Perbedaan kecil tapi penting:
- Menyalahkan fokus pada masa lalu: siapa yang menyebabkan masalah.
- Bertanggung jawab fokus pada masa depan: apa yang bisa dilakukan agar tidak terulang.
Kedua hal itu tidak selalu berlawanan. Kadang kita perlu mengakui kesalahan dulu sebelum bisa mengambil tanggung jawab. Tapi kalau berhenti di titik saling menyalahkan, yang tersisa hanya kebingungan dan jarak antar manusia.
Rasa Aman dalam Mengaku Salah
Mengaku salah itu tidak mudah. Dibutuhkan rasa aman dan kedewasaan untuk mengaku, “Ya, ini bagian tanggung jawabku.”
Masalahnya, banyak lingkungan — baik di rumah, kantor, atau masyarakat — tidak memberi ruang untuk itu. Orang takut dihukum, takut dihakimi, takut kehilangan muka. Maka, siklus saling menyalahkan terus berulang.
Padahal, mengaku salah bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa seseorang cukup kuat untuk melihat kenyataan apa adanya.
Berhenti Menyalahkan, Mulai Memahami
Menyalahkan mungkin memberi rasa lega sesaat, tapi memahami memberi perubahan jangka panjang.
Ketika kita berhenti menuduh dan mulai mendengarkan, kita menemukan hal-hal yang tidak pernah kita lihat sebelumnya: alasan, kesalahpahaman, atau bahkan niat baik yang gagal diterjemahkan dengan benar.
Kadang, yang kita butuhkan bukan siapa yang salah, tapi siapa yang cukup berani memulai percakapan untuk memperbaiki.
Penutup
Saling menyalahkan mudah, tapi jarang membawa ke mana-mana.
Yang lebih sulit — dan lebih bermakna — adalah belajar memahami sebab, lalu bertanggung jawab atas bagian kita di dalamnya.
Karena di ujungnya, tidak ada kemenangan dalam saling menuduh, hanya ada ruang kosong yang bisa diisi oleh pengertian.
Mungkin itu sebabnya, langkah paling berani kadang bukan menyalahkan, tapi berkata dengan jujur, “Aku juga bagian dari masalah ini — dan aku mau ikut memperbaiki.”
Komentar
Ceritakan satu hal yang kamu rasakan setelah membaca artikel ini.
Menyiapkan data interaksi...
Belum ada komentar. Mulai duluan, yuk?